Selasa, 10 Maret 2009

"Kepala Menghilang" di Pantai Ulee Lheu

Jakarta punya kawasan Pantai Ancol yang terkenal dengan istilah "mobil goyangnya". Banda Aceh pun punya Pantai Ulee Lheu yang terkenal dengan istilah "kepala menghilang" dari ruang lesehan berukuran 2x2 meter yang disekat-sekat.

Sore itu (Kamis, 14/8), sepasang muda-mudi turun dari kendaraan motor memesan minuman, lalu beranjak masuk ke ruang lesehan. Lima menit kemudian minuman datang, dari kejauhan masih terlihat bagian kepala sepasang anak manusia tersebut. Sepuluh menit kemudian, kedua kepala itu menghilang.

Menyusul berikutnya, sepasangan muda-mudi lain datang lagi. Mereka juga memesan, masuk ruang lesehan, lalu menghilang. Ngapain sih mereka? Alamak ternyata sedang berasyik masyuk! (maaf) Ada yang berciuman, berpelukan, sampai saling meraba. Itulah arti istilah "kepala menghilang".

Kencan di Pantai Ulee Lheu ternyata tidak berhenti saat senja tiba. Masih ada "partai tambahan" di malam hari. Biasanya, pasangan yang ingin "bermain" di kegelapan tidak perlu memesan minuman. Cukup di atas kendaraan motornya.

Peserta pun bukan hanya satu atau dua pasang, bisa mencapai belasan pasang, pada Sabtu malam. Kegiatan mereka juga sama saja dengan di ruang lesehan.

Tempat kencan lain yang mirip-mirip seperti Ulee Lheu adalah Lapangan Blang Padang. Tempat ini terletak di kawasan elit Aceh, dekat dengan kediaman Gubernur, Pangdam, dan Ketua DPRD. Lapangan ini juga digunakan sebagai pusat peringatan 17 Agustus.

Di Blang Padang, "jadwal" waktunya lain lagi. Kencan baru dimulai kalau hari telah gelap. Bisa di atas mobil, di atas kendaraan bermotor, atau duduk di atas rumput.

Model berkencan di ruang lesehan juga ada di Blang Padang. Tempatnya di sebuah warung tak jauh dari pusat kota Banda Aceh itu. Namun begitu, tidak sebebas di Ulee Lheu, "kepala menghilang" hanya sebentar saja. Maklumlah tempat itu masih dalam kawasan Kodam.

Rata-rata yang berkencan di tiga tempat ini adalah anak muda. Tidak tahu apakah mereka lupa bahwa Syariat Islam telah diberlakukan di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) sejak 15 Maret atau karena memang tidak peduli. Meskipun begitu, memang harus diakui, pemberlakuan Syariat Islam di NAD tidak serta merta langsung memberantas kemaksiatan atau pun kencan ala anak muda tadi.

Sebagai contoh, menurut laporan Suluh Perdamaian (media yang diterbitkan Penguasa Darurat Militer Daerah), tiga hari setelah pemberlakuan Syariat Islam operasi Polresta Banda Aceh berhasil menjaring 12 wanita malam di diskotik sebuah hotel kawasan Peunayong, Banda Aceh. Yang lebih ironi, kebanyakan dari mereka menggunakan jilbab dan berasal dari Banda Aceh.

Bulan lalu saja masyarakat dikejutkan dengan berita sejumlah waria yang tetap saja membuka praktik di kawasan Taman Tepi Kali Peunayong. Waria itu juga mengaku, berprofesi sebagai germo yang dapat menyediakan "ayam kampus" atau janda.

***

Tulisan ini bukan dimaksudkan ingin memberikan gambaran suram tentang pergaulan anak muda di Aceh atau mengatakan anak muda Aceh sebagian besar menghabiskan waktunya di Ulee Lheu. Masih banyak tempat di Banda Aceh menjanjikan kenyamanan untuk nongkrong, berkumpul, atau istilah Jakartanya disebut "tempat gaul".

Sebut saja Jezz Cafe di Jalan Teuku Umar. Sore hari, tempat ini biasanya dipenuhi remaja dan anak muda Banda Aceh. Mereka ngeceng sambil menikmati berbagai jenis burger, bermacam juice atau kopi di pinggir jalan. Musik yang diperdengarkan pun benar-benar sesuai selera anak muda. Sebut saja seperti Eminem atau Norah Jones.

Model cafe sebagai tempat nongkrong anak muda Aceh juga terdapat di daerah Ulee Kareung. Di tempat ini yang terkenal adalah suguhan kopi khas Aceh.

Tempat nongkrong lainnya adalah di Jalan Teungku Muhammad Daud Beureuh. Di sepanjang jalan ini setiap malamnya berjajar tukang jualan burger. Mereka menjajakan mulai burger sapi, ayam, telur, keju, dengan rata-rata berharga Rp 5.000.

Bagi yang ingin nongkrong dalam ruangan ber-AC bisa pergi ke Kentucky Fried Chicken atau California Fried Chicken. Akan tetapi, jangan harap bisa mejeng di mal. Di Banda Aceh tidak ada mal.

Bioskop pun hanya ada satu yang masih aktif beroperasi yakni Bioskop Gajah di kawasan Simpang Lima. Filmnya tentu saja lawas!

Begitulah sekilas tentang tempat "gaul" anak muda di Banda Aceh. Wajar jika anak muda ingin mendapatkan hiburan meski harus diingat masih banyak rekan-rekan mereka di luar Banda Aceh yang tak sempat memikirkan nongkrong karena situasi keamanan yang belum memungkinkan. Satu lagi yang harus diingat, Syariat Islam telah berlaku di Nanggroe Aceh
Darussalam. (Martian Damanik)